Siang itu Matahari sudah
bersingasana dipuncaknya, kami masih menunggu relawan lain yang masih dalam
perjalanan. “pak ita lapar nasi, bekal mama bapak taruh dimana?” demikian
kutipan anak saya memelas meminta saya menghentikan laju mobil saya. sambil tengak
tengok mencari lokasi yang teduh saya terus memacu mobil saya, akhirnya kira
kira 200 meter saya temukan tempat teduh tepat di depan RSU Klungkung, sambil
menunggu teman teman saya suapi kedua anak saya yang mulai kelaparan. Tidak berselang
lama tiga mobil dan sepeda motor milik relawan lainnya tiba. Sambil menunggu saya
menyuapi kedua anak saya kami berkenalan dengan beberapa relawan yang baru
pertama kali ikut serta termasuk tiga sahabat saya. 15 menit istirahat sang
sutradara pun telah sampai, kami pun meninggalkan lokasi menuju Yang Api
Klungkung
Setelah melalui jalan
sempit serta tanjakan yang lumayan terjal dan jalan berbatu yang terbalut
lumpur kami Sampai di Yang Api kami segera menurunkan sembako yang akan kami
sumbangkan kepada keluarga Pak Sana. Lokasi rumah dan tempat parkir kami
sekitar 200 meter, tidak jauh memang tapi jalan yang kami harus melewati
kandang babi yang lumayan “harum” baunya dan jalan setapak diantara rimbunnya
rumpun bambu,
bahkan Gita anak pertama saya sempat berceloteh “banyak sekali da
pempers dibuang sembarangan ya pak! Jorok sekali” saya hanya Cuma bisa
tersenyum sembari mengingatkan jangan menginjaknya
Setelah sampai di rumah
pak sana relawan cewek langsung menuju ke kamar Werni salah satu anak pak sana.
Disini saya merasa kagum serta mengecilkan diri saya sendiri, kenapa demikian WieHonest Seorang relawan wanita dengan sigap menggendong werni keluar kamarnya
untuk kemudian dipotong rambutnya dan kuku serta dimandikan oleh relawan wanita
hari itu, “wanita wanita luar biasa” demikian saya membatin. Bukan sebuah
pekerjaan yang tidak biasa, memang menggendong, memotong rambut, memotong kuku
dan memandikan memang hal biasa. Tapi bagi saya ini adalah hal yang luar biasa
apalagi jika melihat siapa werni ini, ya werni adalah seorang wanita paruh baya
“siswa” putus “sekolah” di RSJ Bangli, wanita yang kini masih mengalami
gangguan kejiwaan, diam didalam kamarnya, tidur bersama ayam, buang hajat
disana pula serta miskin bicara. Bila mendengar/melihat Orang Gila Sebagian dari
kita mungkin akan segera menyingkir atau menyanyikan lagu usang “orang gila....
orang gila....” tapi tidak demikian dengan mereka, dengan sigap mereka
membersihkan badan werni dan mengobati luka yang ada di paha dalam dan pusar ketut werni.
Disaat werni telah tampil
cantik denga potongan rambut baru serta secarik senyum yang baru sekali ini
saya temui setelah dua kali kunjungan ke rumah pak sana , senyum kepuasan dan
candaan pelepas kelelahan mulai menghiasi wajah Wie Honest, Ika, Angel, desi beserta kawan kawan!
|
Kt werni |
|
Kt werni |
|
Kt werni |
Disaat beberapa teman teman
menyibukan dirinya dalam segala kesenangan dengan mengunjungi mall mall,
restorant dan pusat wisata lainnya kami berjalan menyusuri jalan berbatu
ataupun becek bahkan kami harus berjalan menyusuri jalan setapak bukan untuk
memanjakan diri dengan kesenangan akan tetapi kami datang untuk menyenangkan
hati mereka yang harus merajut cerita hidup dengan kepedihan berbalutkan
kemiskinan, kami memang bukan orang kaya, kadang kami harus membawa bekal
berlauk tahu tempe dan sejumput sayuran. Kami bukanlah orang orang yang sombong
dengan selalu membicarakanya tapi kami adalah sekumpulan orang yang berusaha
menikmati “Indahnya Berbagi”.
|
Jalan jalan "Indahnya Berbagi" |
No comments:
Post a Comment